Rabu, 29 Oktober 2008

Kenali Kelemahan Diri

PERTAPA DAN ALAT PEMOTONG KAYU

Pada suatu hari, ada seorang pertapa yang ingin membuat sebuah rumah. Selama hidupnya, dia hidup di dalam sebuah gua yang kecil. Yang pertama dia lakukan adalah turun gunung untuk membeli alat pemotong kayu di took peralatan di kota terdekat. “Saya ingin pindah dari gua saya dan bermaksud membuat rumah sendiri dari batang kayu”, begitu kata pertapa ini dengan bangga kepada pelayan toko. Lalu dia melanjutkan penjelasannya, “ Saya perlu alat pemotong kayu yang paling baik, tidak masalah berapapun harganya.

Pelayan toko yang masih muda tersebut segera menuju gudang tempat penyimpanan alat-alat yang dijualnya. Tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa sebuah alat pemotong kayu yang tampak bagus dan mengkilap. “Ini alat pemotong yang terbaik yang ada di pasaran.”, kata pelayan itu dengan mantap. “Dengan alat pemotong ini anda bisa menebang kayu bagai pisau memotong mentega. Saya jamin dengan alat pemotong kayu ini, pekerjaan memotong dan menebang kayu yang memakan waktu sebulan, bisa diselesaikan dalam waktu satu hari saja. Jika tidak terbukti, saya berani mengembalikan uang anda dari kantong pribadi saya.”

Karena si pertapa ini sangat tertarik dengan penjelasan pelayan toko tadi, maka dia membeli alat tersebut. Lalau ia kembali kegunung tempat dia bertapa.

Sebulan setelah itu, ketika si pelayan toko sedang sibuk membereskan barang dagangannya, ia mendengar suara teriak si pertapa., “Hei anak muda!!!! Saya datang untuk mengembalikan alat pemotong kayuini. Tolong kembalikan kembalikan uang saya seperti janji anda dulu.”

Si pelayan toko memndang wajah tua si pertapa itu. Ia tertegun melihat penampilan yang sudah tidak karuan. Si pertapa tampak seperti tidak tidur selama berminggu-minggu. Pada pakaiannya tampak bercak darah dan keringan. Kelihatannya isa telah bekerja setengah mati.

“A…a…a..apa yang terjadi dengan bapak??? WAjah anda begitu memprihatinkan!!” Tanya pelayan toko tergagap-gagap.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada padanya, si pertapa tua mengangkat alat pemotong kayu ke meja penjualan. Sambil bersungut-sungut, ia berkata, “Alat pemotong kayu macam apa yang anda jual pada saya??? Katanya, alat pemotong kayu ini mampu menebang pohon dalam sehari saja. Saya sudah menggunakan alat pemotong ini selama 30 hari, tapi pekerjaan saya belum selesai juga. Seperti yang anda janjikan, tolong kembalikan uang saya.”

Si pelayan toko yang merasa keheranan lalu minta maaf dan berkata, “Tentu!!! Janji memang harus ditepati. Tetapi, tolong coba saya periksa dulu alat penebang kayu ini. Siapa tahuada yang tidak beres.”

Lalu si pelayan toko segera menarik tali yang ada pada alat penebang itu. Kontan saja alat itu berbunyi, “B-R-R-R-R-R-R-R-R-R!!!!”

Saking terkejutnya, si pertapa langsung terhempas ke belakang meja penjualan. Ia merasa seakan mendengar bunyi peluru yang ditembakkan dari alat pemotong itu. Lalu ia berteriak kepada pelayan toko, “BUNYI APAKAH ITU???”

Apa yang bisa kita pelajari dari cerita diatas???

“Seringkali kegagalan bukan disebabkan karena minimnya kemampuan atau usaha kita untuk mengerjakan sesuatu. Seringkali kegagalan disebabkan karena miskinnya pengetahuan yang kita miliki. Kita telah menjadi orang yang sangat tidak mau belajar sesuatu.”

Kamis, 16 Oktober 2008

Hanya Koin Kuno Penyok

Diceritakan, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama dia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangga sibuk memenuhi rumahnya dengan barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok sandang dan pangan. Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang rumah tangga yang layak. Dia tak tahan dengan kondisi ini. Ditambah, tak yakin bahwa perjalanannya kali ini akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan. Ketika menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. ’’Ah, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok,” gerutunya dalam hati dengan perasaan kecewa. Meski begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank. ’’Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,’’ kata petugas bank memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran dan membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar. Begitu senangnya, dia mulai memikirkan apa yang akan dilakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dia melihat beberapa lembar kayu sedang diobral. Dari kayu itu, dia bisa membuat beberapa rak untuk istrinya. Karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan toples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Di tengah perjalanan sang lelaki melewati kios pembuat mebel. Mata
pemilik kios sudah terlatih melihat kayu berkualitas. Saat lelaki itu melintas, pemilik kios melihatnya. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang. Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang. Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur. Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?” Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”. Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Kisah berikut, diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.