Senin, 14 April 2008

Refleksi

‘’SMS’’
Pesan singkat atau Short Messege Service (SMS) belakangan menjadi salah satu alternatif penyampai pesan paling diminati. Booming, mengalahkan kirim surat via pos, seiring pesatnya perkembangan teknologi handphone. Tak hanya itu, SMS belakangan dipakai istilah kandidat atau calon Bupati Magetan, Sumantri – Samsi yang menggunakan singkatan ‘’SMS’’. Maklum, kandidat tampak berpacu menggunakan istilah yang mudah dikenal masyarakat, melekat di hati dan ujung-ujungnya bisa nyoblos kandidat itu.
Tetapi, terlepas dari SMS itu pesan singkat atau singkatan untuk kandidat, calon bupati tampaknya tak boleh begitu saja mengabaikan SMS. Belakangan, ketika saya sering membaca Radar Madiun (koran Jawa Pos Group), SMS tampaknya menjadi pesan bermakna bagi para kandidat bupati, semuanya tak hanya ‘’SMS’’.
Rubrik aspirasi via pesan singkat menjadi ajang rakyat menyampaikan aspirasi. Ada yang bilang jalan rusak tak kunjung diaspal, menolak penggusuran, meminta modal usaha, hingga penataan lalu lintas. Ada juga, yang mengaspirasikan seputar potensi tindak kriminal, sampai permintaan solusi agar banjir tak lagi terjadi.
Menurut saya, pesan atau aspirasi warga ini tak sekadar kasus yang menjadi monopoli daerah tertentu. Sebab, berbagai persoalan yang diutarakan, entah warga Madiun, Ponorogo, Pasitan, Magetan atau Ngawi, jamak terjadi di wilayah lain.
Itu artinya, siapapun yang saat ini menjadi pemimpin, pengemban amanat rakyat, yang dipercaya duduk di depan, setidaknya mau mendengarkan jeritan tersebut. Terlebih, mereka yang mau mencalonkan diri.
Dalam konteks ini, SMS menjadi penting bagi ‘’SMS’’ dan kandidat lain. Atau, SMS juga penting bagi pemimpin daerah yang kembali ingin menjadi ‘’SMS’’, jadi sang incumbent.
Aspirasi yang diteriakkan warga, sejatinya mendasar. Sebuah kebutuhan pelayanan minimal. Pelayanan kesehatan terjangkau (biaya dan letaknya), pendidikan yang murah dan memadai, infrastruktur ekonomi yang lancar serta terjaminnya ‘’nasib’’ hidup masyarakat melalui terciptanya suasana kondusif atau sosial damai. Semoga. (*)

Tidak ada komentar: